Blognya Gumi!

NgeBloglah sebelum Ngeblog dilarang...

Thursday, May 07, 2009

TEA FOR TWO



Pengarang: Clara Ng
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
312 halaman, cetakan kedua: April 2009


Dimuat sebagai cerita bersambung di KOMPAS, Oktober 2008-Februari 2009

"Pernikahan memang perlu diperjuangkan, tapi pernikahan tidak butuh kematian untuk dipertahankan"


Apakah benar pernikahan adalah satu-satunya jalan terindah bertabur bunga yang diimpi-impikan dan dicita-citakan semua orang?
Mengapa menikah itu penting? sampai-sampai bila umur mendekati"expired", sehingga orang merasa "perlu" menjadi member biro jodoh?

Jawab.
Jawab.
Jawaaaaaaaaaaaaaaaaabb.

Hehehehe.
Lalu bila ada,
seorang pria yang menhujanimu dengan lusinan mawar putih, dia juga ganteng, dia juga berkecukupan, dan mengirimu puisi:

Aku menulis namamu di gerimis
Gerimis jatuh di hatiku seperti nafas hangatmu
pada senja yang temaram
Aku berlayar ke gerbang negeri-negeri matahari
memasuki labirin penuh cahaya
dengan kata-kata cinta
bersamamu


lalu dia mengajakmu ke Bali,
nonton konser Backstreet Boys
lalu, bahkan ke Paris?

Dan walaupun pria itu, bukan Edward Cullen, meminta:

"Izinkan aku menjadi bilangan primamu. Bilangan prima yang hanya bisa dibagi dengan bilangan itu sendiri, atau dibagi dengan angka satu. Angka satu adalah kamu, satu-satunya dan selalu menjadi nomor satu."


waaw. Klepek-klepek deh.

Itulah yang dialami sassy, ketika bertemu dengan Alan Nashar.

Oyah, dalam novel ini, kisah diceritakan dengan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang orang ke-3 (dengan Times New Roman) dan sudut pandang orang pertama (dengan Arial).

Sassy adalah seorang pemilik jasa makcomblang "Tea For Two" yang mandiri. Bersama sahabatnya, Naya, Carmanita dan Rose ia menjalani hidupnya dengan ceria, sampai datangnya Alan.
Perhatian dan kasih sayang yang awalnya dinikmati Sassy lama-lama menjadi ancaman. Terlebih-lebih sesudah menikah. Bahkan pada hari ke-2 bulan madu mereka, Alan berani menampar dan memakinya hanya karena masalah yang sepertinya gak perlu dipermasalahkan juga.

Diawali dengan romantisme yang menggebu dan berakhir dengan kekejaman tiada banding. Aduh, gw suka bahasanya.

Mulai dari kekerasan fisik

kekerasan verbal (yang membuat jadi harga-diri-rendah)
"dasar pelacur!"
"Ya ampun. Kamu berantakan banget. Kelihatan jelek"
"sealu mencari-cari alasan."
"Kenapa kamu makin jelak sih? Banyak cewek yang udah melahirkan sepasukan bayi tapi bodinya tetep seksi. Kamu baru melahirkan satu tapi udah melar gak karuan"
"Kamu gak becus bikin kopi"
"Aku rasa kamu perlu mandi. Baumu nggak enak."
dan "Sana pergi tidur! Nggak usah bengong menatapku kayak orang tolol"

uuuuh gregetan. Kalo gw ketemu laki kayak gini, gw ajak tanding. Tanding main bekel. hehehe.

Dan perintah juga permintaan yang GAK jelas
Mesti potong rambut pendek karena kelihatan seperti bayi sehat.
Menjual perusahaan mak comblang demi menomorsatukan keluarga.
melarang bersahabat.

Dan penelantaran
Tidak didampingi, saat Emma lahir? HUHHHHH!

Hayah.

Dilain pihak, apakah seorang Alan Nashar adalah orang yang suci tanpa debu?

Psycho.
Selingkuh dengan sekretarisnya, dengan si Malla itu, dia ngakunya:
Istrinya selingkuh dengan banyak lelaki.
Istrinya berdandan seperti perek dan perempuan paling liar yang pernah dia kenal.

Begitu ketahuan belangnya, Alan si kucing garong datang mengiba-iba, merayu, menggombal sehingga Sassy luluh lagi.

Akankah pernikahan itu terus berlangsung?
Apakah Carmanita, Rose dan Naya akan diam saja melihat sahabat mereka terkena KDRT?
Akankah happy ending?
Baca sendiri, hehehe.

Clara Ng sepertinya hendak memberitahukan pada kita bahwa: Cinta yang sehat adalah cinta yang mengeluarkan arus positif untuk dapat saling menghidupkan. Cinta yang penuh penderitaan bukanlah tanah yang gembur untuk dapat menumbuhkan benih apa pun. Benih akan mati tercekik di tanah liat yang kekurangan air (hal 278)

Jadi, wanita Indonesia.... Jangan mau jadi korban KDRT!!!!
sipp.

salam manis,
mpo angga